Rabu, 28 April 2010

Biasakan Memberi

Alkisah seekor babi sedang bersungut-sungut dan kompalin tentang hidupnya kepada seekor sapi. Dia jengkel karena hidupnya tidak pernah dihargai oleh manusia. Bahkan namanya sendiri sering menjadi nama buat mencaci-maki."Bayangkan, aku dipotong lantas hampir semua tubuhku dimakan, aku dijadikan sosis, kakiku saja ada yang mau memakannya, kata si babi dengan marahnya..namun kenapa aku tidk pernah dihargai,.?lanjutnya, bahkan dianggap najis. Bandingkan aku dengan dirimu yang lebih dihargai di beberapa tempat kamu dianggap suci.
Si sapi dengan penuh perhatian menjawab omongan si babi itu"Babi temanku mungkin perbedaannya adalah kamu memberikannya setelah kamu mati, tetapi aku memberikan semuanya kepada manusia ketika aku masih hidup,..!

Pembaca, kita melihat banyak orng ingin disanjung dan dipuji, namun mereka sendiri ternyata pelit sekali untuk memberi. Akibatnya apa yang terjadi? merekapun ternyata jarang dihargai.

Realitanya, ada sebuah aturan prinsip kekal yang disebut law of giving (hukum memberi) yaitu penghargaan yang kita terima berkorelasi positif dengan dengan pemberian yang kita berikan seumur hidup kita.

Perhatikanlah orang-orang terbesar sepanjang sejarah. Para nabi dan orang suci yang memiliki umat yang banyak. Salah satu alasannya karena mereka banyak memberi selama hidupnya. Bahkan, beberapa diantaranya sungguh mengorbankan dirinya, ada yang melakukan perjalanan begitu jauhnya dengan cara keluar dari comfort zone, ada yang menyangkal kehidupan begitu enak yang bisa mereka nikmati, demi orang lain.

Itulah sebabnya, mereka dikenang sepanjang masa. Sebenarnya, bukan hanya dalam hal spiritual, dalam hal kehidupan sehari-hari pun kita mengenal orang yang dikenang, dihargai karena apa yang mereka beri sepanjang hidup mereka.

Di sebuah kampung di tempat saya (Brebes) terdapat sebuah makam yang hingga sekarang masih dikunjungi banyak orang, konon makam itu adalah makam seorang kaya raya yang paling murah hati.

Pada waktu banyak pengungsian terjadi akibat bencana banjir meluapnya sungai pemali si orang kaya ini menyediakan gudang dan rumahnya untuk dijadikan sebagai tempat penampungan. Diapun mengeluarkan banyak uang demi para pengungsi dia tidak berhitung-hitung. Maka itu, ketika dia meninggal, bahkan lama setelah meninggalpun banyak orang berdatangan dan menaruh hormat kepadanya.

Hukum memberi yang pertama kurang lebih berbunyi "Apa yang kita tabur, itulah yang akan kita tuai". Maka sebagai konsekuensinya, jika kita tidak pernah memberi kita pun tiadak akan pernah menuai apapun.

Ketika di SD dulu saya masih ingat ada seorang teman saya yang begitu iri ketika dia tidak pernah mendapat kartu ucapan ulang tahun dia membandingkan dirinya dengan teman-teman yang hidup dilingkungan perum PG yang mana mereka adalah anak orang-orang kaya di lingkungan PG.

Maka, kepadanya dia dinasihati temannya yang lain yang sering mendapatkan kartu ucapan karena dia murah hati dan sering menasihati teman-teman yang lain. sementara kamu sendiri sangat pelit berbagi ilmu tak heran dia menjadi jarang diberi karena diapun jarang memberi.

Hukum memberi yang kedua berbunyi "Ketika kita memberi kita akan langsung mendapatkan balasannya". Mungkin akan langsung kita terima mungkin juga diterima dalam beberapa generasi yang akan datang, tetapi kemuliaan kita terletak pada ketidak inginan kita untuk tidak mengharapkannya.

Bicara tentang hukum ini, pernahkan anda mendengar kisah tentang seorang ibu yang memberikan sebotol susu kepada seorang anak kecil yang kelaparan. Kelak, ternyata ketika ibu ini sudah tua dan harus dioperasi karena suatu penyakit, ternyata dia ditolong oleh seorang dokter muda yang membiayai semua ongkos operasinya yang mahal.

Saat si-ibu ini mau membayar, si suster memberinya sebuah surat dari si dokter yang berbunyi "Semua biaya obat ibu, sudah dibayar lunas dengan segelas susu" ternyata si dokter ini adalah bocah yang dulu pernah di bantunya dengan segelas susu.

Sama sekali tidk terbanyangkan bahwa kelak sianak gembel yang ditolongnya akan menjadi seorang dokter yang terkemuka. itulah nilai dari balasan yang kita terima sama sekali kita tidak pernah menduga pemberian yang kita berikan akan kembali dalam bentuk apa.

Namun, lebih baik kita tak mengharapkannya, toh si ibu itu pun tidak pernah membayangkan bahwa dirinya akan menerima balasan apapun pada kemudian hari. Justru apa yang diberikannya ternyata kembali dalam bentuk Surprise yang luar biasa.

Hukum memberi yang keempat berbunyi "Nilai pemberian sebenarnya diukur dari dua hal yakni ketulusan serta nilai pemberian itu sendiri bagi diri kita sendiri" ada seorang jutawan memberikan berjuta-juta uangnya untuk membantu.

Namun nilai uang itu sebenarnya tak mencapai 1% dari kekayaannya. Maka sebenarnya nilai pemberiannya tidaklah seberapa dibandingkan dengan seorang pengemis yang rela memberikan uangnya untuk membantu pengemis lain yang mendapat musibah.

padahal, dia sendiri membutuhkan uangnya. Namun, dia tahu bahwa rekannya mendapatkan musibah dan ia lebih membutuhkan. Disinilah nilai pemberian menjadi relatif, pemberianpun diukur dari ketulusan hati orang yang memberikannya.

bicara soal ini, saya teringat tatkala bob geldof dan Midge Ure pada tahun 1984 mengumpulkan dana melalui album lagu untuk anak-anak yang kelaparan di ethiopia.(Blogspot Trans7), mereka akhirnya bisa mengumpulkan berjuta-juta poundsterling untuk usahanya.

Atas usahanya, Midge Ure dan Geldof pernah berujar " Kami tidak punya keinginan apa-apa, saya hanya bergerak mengordinasi para artis untuk bernyanyiseharusnya yang mendapatkan nama adalah para artis yang mau datang capai-capai untuk menyanyi".

Sulitnya Melakukan

b
erbicara mengenai keempat hukum memberi ini sayapun teringat dengan pepatah, Mereka yang selalu memberi tanpa mengharapkan apapun adalah orang yang pantas mendapatkan cinta. pada akhirnya merekapun akan mendapatkannya,...

Kalimat ini sebenarnya diucapkan oleh bunda Teresa dari Kolkata yang pernah mendapatkan Nobel atas usahanya menolong para miskin. Singkatnya, hukum ini berbicara mengenai filosofi memberi dimana kita justru menjadi orang yang layak menerima karena kita banyak memberi.

Paradoksnya, semakin kita berusaha menahan, mengambil dan berusaha menjaga apapun yang kita miliki, maka kita akan lebih banyak kehilangan. Saya sendiri pernah membaca kisah seorang gelandangan yang begitu pelit dalam hidupnya yang getika digeledah setelah dia meninggal ternyata dia punya uang beratus-ratus dolar yang tidak pernah digunakan.

Pertanyaannya? apa yang kini bisa dia gunakan dengan uang itu? toh tahukan anda apa yang akhirnya pemerintah lakukan dengan uang tersebut? uang itu akhirnya diambil oleh negara untuk membantu gelandangan seperti dirinya.

Akhirnya , tulisan tentang hukum memberi ini tampaknya lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. seperti dikalatan oleh seorang spiritual " Keinginan daging kita adalah menjadi serakah dan mengumpulkan" . jauh lebih mudah menghidupi logika mengumpulkan bagi kita sendiri daripada memberi untuk orang lain. Namun mari kita berusaha memberi berkat untuk orang lain karena sebenarnya hidup kita sudah menerima begitu banyak berkat,...